Dunia Arsitektur


Tinggalkan komentar

ACROS Fukuoka Prefectural International Hall

Detail

Klien                             : Dai-ichi MutualLife Insurance Co

Lokasi                           : Fukuoka, Jepang

Konsep Desain            : Emilio Ambasz

Firm                              : Emilio Ambasz &

Associates

Asosiasi Arsitek          : Nihon Sekkei

Interior Desain            : Emilio Ambasz

Perusahaan konstruksi : Takenaka Korporasi

Insinyur                       : Takenaka Korporasi

Arsitek Lansekap        : Takenaka Korporasi

Ilustrasi                       : Suns Hung

Biaya Kerja                 : $ 380,000,000

Penyelesaian Tanggal  : Built 1994

Jumlah Bruto Area      : 100.000 m2

Fotografer                   : Hiromi Watanabe

Jumlah Lantai              :14 lantai di atas tanah dan 4 lantai bawah

tanah

Public / Klasifikasi Swasta:

  • Bagian Umum : 38.629 m 2
  • Bagian Pribadi : 58.774 m 2
  • Wilayah Untuk Bersama: 33.504 m 2

Struktur                       : Beton bertulang, baja beton bertulang, struktur baja

Exterior Finish:

  • Exterior Wall: Aluminium dinding tirai
  • Atap: taman atap berbentuk Step (bertingkat)

Periode konstruksi:

  • Dimulai : Januari 1992
  • Selesai : Maret 1995

Jepang merupakan negara yang populer dalam bidang kemajuan struktur bangunan. Arsitektur gedung di kota-kota di Jepang sudah diakui dalam ketahanan strukturnya, namun permasalahan ketersediaan lahan hijau menjadi sebuah masalah. Jepang memiliki lahan yang terbatas dan dengan pertumbuhan bangunan gedung dan beton di daerah perkotaan, ketersediaan lahan hijau sebagai salah satu konsep ideal perkotaan semakin tidak terpenuhi. Baca lebih lanjut


Tinggalkan komentar

Perencanaan Sarana dan Prasarana Permukiman Kelurahan Banyumanik RW 03 Tahun 2014-2024

1.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam masyarakat Indonesia, perumahan beserta prasarana pendukungnya merupakan pencerminan dari jati diri manusia, baik secara perseorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya.

Penyediaan sarana dan prasarana di perkotaan belum dapat memenuhi kebutuhan yang meningkat pesat ditambah lagi dengan adanya migrasi penduduk dari desa ke kota. Secara umum kota sebagai pusat permukiman mempunyai peran penting dalam memberi pelayanan di berbagai bidang kehidupan bagi penduduknya dan daerah sekitarnya. Kota merupakan pusat pelayanan jasa, produksi, distribusi serta menjadi pintu gerbang atau simpul transportasi bagi daerah permukiman dan produksi sekitarnya. Baca lebih lanjut


Tinggalkan komentar

Bahasa Ungkapan

 wastu-citra

Resume Bab 2 Buku WASTU CITRA: Pengantar Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis. © YB Mangunwijaya

Manusia tidak hanya berbahsa dengan cakap lidah, tetapi juga lambaian tangan, angguk kepala, kerling mata, lari menyambut, sayang mendekap dan sebagainya. Tanpa berbicara, sebenarnya bahasa tubuh kita sudah berbicara sendiri. Tubuh manusialah yang menghubungkan yang serba dalam batin dengan alam semesta yang di luar diri kita, khususnya yang beciri materi.

“Um vollendeter menschlicher Geist zu sein, musz er immer mehr Leib werden”, kata ahli pikir J.B. Metz.” Agar menjadi roh manusiawi yang sempurna, ia(manusia) harus semakin menjadi badan”. Dan tentulah sebaliknya juga: Agar menjadi badan manusiawi yang sempurna, manusia harus semakin menjadi roh.

Serat Dewa Ruci (yang telah diartikan)

Yang disebut hidup tak lain adalah tubuh jasmani denagn batinnya, ibarat bejana dengan isinya. Biar bejana tetapi bila tanpa isinya sia sia disebut bejana, tidak semesta dan tidak berguna, demikian sis tanpa bejana, sungguh hal yang mustahil. Demi hidup yang baik dibutuhkan bejana dan isi, sebaiknya kedua-duanya.” Baca lebih lanjut


Tinggalkan komentar

“Bandarharjo Menata Diri”

logo_suara merdeka

  Sabtu, 1 Maret 2003 Semarang & Sekitarnya

 

Bandarharjo Menata DiriDari The Lost Area Jadi The Win AreaKELURAHAN Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara merupakan salah satu kawasan di pesisir pantai Semarang. Wilayahnya dibatasi dua sungai cukup lebar, yakni Kali Semarang dan Kalibaru. Keduanya bermuara ke Laut Jawa.Sisi utara Bandarharjo berbatasan dengan Laut Jawa, barat dan selatan dibatasi Kali Semarang, sedangkan timur Jl Mpu Tantular, merupakan salah satu jalan yang mengakses ke Pelabuhan Tanjung Emas. Data monografi hingga Desember 2002 menunjukkan, 1.170 warganya berprofesi nelayan, 1.049 pengusaha sedang dan besar, 1.446 perajin dan industri kecil, 5.755 buruh industri, 3.344 buruh bangunan, 180 pedagang, 158 jasa pengakutan, 2.159 pegawai (PNS dan BUMN), 24 TNI dan Polri, serta 12 pensiunan (PNS serta TNI dan Polri).Karena merupakan wilayah dataran rendah dan dekat sekali dengan pantai, bahkan sebagian wilayah di pinggir pantai, banjir dan rob menjadi ”tamu” masyarakat hampir setiap hari.Kondisi itu sedikit banyak ikut mendorong kekumuhan. Selain faktor tingkat pendidikan, keterbelakangan dan kondisi sosial masyarakat juga turut serta menciptakan kehidupan keras di wilayah tersebut.

”Hingga tahun 1979 bisa dikatakan Bandarharjo masih amburadul,” ujar M Rifai Sutikno, tokoh masyarakat setempat.

Orang asli Bandarharjo yang kini masih aktif sebagai staf kelurahan dan pengurus LKMD itu terkenang bagaimana kehidupannya saat masih anak-anak. Salah satunya ketika bulan purnama, dipastikan wilayah tersebut rob. Namun dasar anak-anak, hal itu justru dimanfaatkan untuk berenang dan bermain.

”Kalau mau renang tidak perlu jauh-jauh. Di depan rumah sudah bisa,” kenang Pak Tik, panggilan akrab Rifai Sutikno.

Tak hanya itu. Tingkat kriminalitas juga tinggi. Dulu, warga tak segan berbuat kriminal di kampung sendiri. Namun saat ini tidak. Selain tak sedikit orang yang sudah mengubah perilaku hidupnya, ungkap Pak Tik, mereka juga segan berbuat berbuat buruk di kampung sendiri.

Keterbelakangan dan kekumuhan Bandarharjo juga membuat kawasan tersebut sering disebut sebagai The Lost Area (kawasan yang hilang). Jelas itu hanya sebuah kiasan, namun toh cukup menjelaskan bagaimana kawasan itu jauh dari sentuhan atau jamahan orang luar, apalagi pembangunan, sebelum 1980.

Pada tahun 1981, kata Pak Tik, proyek Kampoeng Improvement Programme (KIP) masuk Bandarharjo. Maka dibangunlah Sekolah Dasar (SD) Bandarharjo 01 sampai 04, MCK (mandi, cuci, kakus), serta perbaikan jalan di sejumlah lokasi.

Bahkan lokasi yang kini dijadikan SD Bandarharjo 01, dulu adalah tempat penumpukan sampah warga. Sebelum ada MCK, banyak warga yang buang air besar ke sungai.

Sekitar 1993, kata dia, PT Wismakharman masuk Bandarharjo. Lewat sejumlah proyek, konsultan di bawah pimpinan Dr Ir Andy Siswanto MArc MSc itu mulai bergelut dengan warga setempat, hingga akhirnya terjadi perubahan cukup besar di Bandarharjo.

”Pada saat akan dibangun rumah susun, semula warga geger,” ungkap Pak Tik.

Berbagai persepsi muncul saat itu. Rumah susun (rusun) yang akan dibangun kebetulan akan menempati lokasi permukiman warga.

Akhirnya, pembangunan itu terwujud juga pada 1994. Warga yang rumahnya dibongkar diberi kontribusi. Setelah jadi, mereka bisa menempati rumah susun tersebut. Rusun diresmikan Try Sutrisno, Wapres RI saat itu.

Pembangunan pun terus berlanjut. Dua tahun kemudian dibangun dua rusun lagi yang letaknya mengapit rusun lama -Pemkot juga ikut terlibat. Ketiga rusun dengan empat lantai itu kini sudah dipenuhi warga sebagai pilihan tempat tinggal.

Pembangunan di Bandarharjo terus berlanjut. Berbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah menjadi peduli terhadap wilayah yang terkenal kumuh tersebut. Antara lain Pemkot, sejumlah dinas tingkat kota maupun provinsi, Bank Dunia, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan sejumlah lembaga donor asing dalam berbagai proyek.

Andy mengungkapkan, intensitasnya sangat tinggi terhadap Bandarharjo dimulai pada 1997. Pembangunan dilakukan menyeluruh, yang meliputi tiga hal utama, yakni pemberdayaan ekonomi, sosial, serta lingkungan. ”Kami terus mendorong warga membangun masjid, jalan, dan sebagainya.”

Membangun tiga hal utama tersebut, menurut dia, cukup berat. Pihaknya lantas membentuk Community Based Organization (CBO) atau semacam kelompok swadaya (KSM) di berbagai bidang pemberdayaan.

Dalam membangun melibatkan masyarakat sejak awal. Yakni mulai dari mengidentifikasi masalah, merencanakan, sampai pada pengawasan pembangunan. Sasaran yang hendak dicapai yakni active community(masyarakat yang aktif) dan learning community (masyarakat yang belajar segala hal).

Sekitar 1999 dia bersama masyarakat Bandarharjo membentuk Paguyuban Rumah Ambles. Ketuanya M Rifai Sutikno.

Pemilihan nama paguyuban disesuaikan dengan kondisi rumah-rumah warga. Yakni, banyak rumah warga yang ambles karena berada di bawah permukaan jalan. Hampir setiap hari, terutama saat air laut pasang, rumah-rumah tergenang.

Seiring dengan pembentukan paguyuban, ada kucuran dana Co-BILD dari UNDP-sebuah lembaga donor dari Belanda. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan rumah, sebagian untuk sertifikasi tanah. Pengelola di tingkat kota dana tersebut adalah Yayasan Peduli Pembangunan Perumahan dan Permukiman Kota (YP4K).

Penataan secara menyeluruh tersebut yang akhirnya membawa Bandarharjo meraih predikat Best Practice dalam Dubai International Award pada November 2002. Piagam tersebut sebagai bukti telah terjadi peningkatan kualitas kehidupan.

Bandarharjo yang dulu sering disebut sebagai The Lost Area, kini telah menjadiThe Win Area. Kawasan yang dianggap ”hilang” itu kini telah menjadi sang juara. Selamat.(71c)

Baca lebih lanjut